Sumpah, Saya Berak di Malam Tahun Baru

Perutku melintir, saya berlari masuk WC membuang kotoran diiringi dentuman petasan, malam ini malam tahun baru, pergantian tahun 2015 ke 2016. Padahal sebelum ke wc saya sempat melirik jam di tablet, baru pukul sebelas lewat. Suara petasan memekakkan telinga, terus menerus, silih berganti. Buang airku lancar, kotoran yang sudah di pintunya keluar mulus seolah tak terganggu dengan suara knalpot racing sepeda motor yang menderu dan dentuman petasan. Saya berak di malam tahun baru.

Sebelumnya sekitar pukul 19.00 wita,  saya sempat keluar dengan sepeda motor berkeliling melihat euforia orang-orang menyambut pergantian tahun. Jalan-jalan dipenuhi pengendara sepeda motor yang berboncengan tanpa helm dan knalpot yang memekakkan telinga. Mereka bekelompok, rata-rata usia sekolah. Polisi lalu lintas hanya mengatur lalu lintas yang padat, untuk menindak pelanggaran mereka munkin terlalu sibuk mengatur kepadatan, yang penting lalu lintas lancar. Ada rona kegembiraan dari para pengendara sepeda motor tanpa helm itu, apalagi kalau lewat depan kerumunan polantas. Mereka merdeka, merdeka melanggar.

Ada juga yang berjalan kaki, naik mobil dan bentor. Ada yang sendiri, berdua dengan pacar, bersama keluarga. Berkumpul menantikan pergantian tahun. Sebagian lagi memilih berjamaah melantunkan doa-doa indah melalui akun media sosial agar tahun depan lebih baik dari tahun ini. Semoga tuhan punya akun facebook, twitter, instagram, tumblr, google+, BBM, line, whatsapp, dan skype agar bisa menjawab setiap doa dari medsos.

Lima belas menit setelah pukul 00.00 wita, perlahan suara petasan berangsur kurang. Tidak berhenti, intensitas saja yang berkurang. Cahaya kembang api yang menembus jendela rumah dan diikuti ledakn cukup besar sesekali terdengar dari kafe sebelah rumah.

Saya tersenyum lucu sendiri ketika melihat display picture sejumlah teman memasang capture salah satu judul media tentang larisnya kondom dimalam pergantian tahun 2015/2016. Dalam gambar DP tersebut, juga ada peringatan agar orang tua menjaga anak gadisnya. Bukan berita yang baru, setiap jelang pergantian tahun judul berita tentang penjualan kondom yang laris manis selalu menjadi berita.

Anak dan istriku tidur sekamar, mereka lelap, kami memilih tidak ber tahun baru. Mungkin karena orang tua saya "kampungan" dan tidak pernah sekalipun mengajak saya ber tahun baru sejak kecil, begitupun istri. Kami pun sepakat untuk ikut kampungan saja, tidak mengajak anak-anak kami membakar petasan dan meniup terompet.

Makin besar, saya sebagai orang luar dari perayaan tahun baru melihatnya sebagai budaya kapitalis. Mereka yang latah akan situasi dan bermental konsumerisme menjadi korbannya. Toh yang meraup kebaikan adalah para pengusaha besar, hotel, maskapai penerbangan, pabrik kondom, pabrik obat kuat. Dan rakyat hanya mendapat sisa. Penjual terompet tiup harus berjuang melawan isu bahwa terompet sumber penyakit. Warung-warung kecil yang menjual petasan digerebek. Rakyat banyak digiring dalam kegembiraan semu (semua tentang uang) saja tentang tahun depan yang lebih baik. Terjebak dalam euforia yang mereka sendiri tak tahu tujuannya.

Saat menjadi wartawan, saya melihat perayaan tahun baru adalah malam dilegalkannya berbagai pelanggaran. Selain contoh knalpot racing dan tak memakai helm. Mercon atau petasan dan minuman keras bebas dijual. Disemua sudut kota laris manis, kok bisa. Mungkin semua kita terjebak dalam  bingkai perspektif "yang penting aman dan damai" atau biarkan saja, toh cuma semalam dan sekali setahun. Kita dipaksa kompromi dan diam atas "dosa semalam ini".  Yang tak kompromi, kampungan.

Maaf, saya menulis ini karena saya kampungan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sumpah, Saya Berak di Malam Tahun Baru"

Post a Comment