Sekolah untuk Petani, Sekolah untuk Kemandirian
"Kami datang ke Tompo Bulu membawa pengetahuan, bukan bantuan barang. Alhamdulillah, sejak awal kami masuk hanya sembilan atau sepuluh petani yang berani uji coba sekarang sudah banyak, mereka melihat bukti dari penelitian-penelitian dan uji coba kami disini," kata Nurhadi Sirimorok (peneliti/aktifis)
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Meski sudah tujuh tahun beraktifitas di kampung yang menjadi kaki gunung Bulusaraung ini, Sekolah Rakyat Petani Payo-payo di Desa Tompo Bulu, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep, namun aktifitas mereka menyadarkan petani nyaris tak terdengar, senyap. Biar begitu, perubahan pola pikir yang mereka transfer ke petani Tompo Bulu saat ini mulai terlihat hasilnya.
Tujuh tahun mengorganisir bukan hal yang gampang. Dibutuhkan ketahanan fisik, mental dan tentu juga yang terpenting adalah kesadaran akan apa yang sedang dilakukannya. Tanpa itu, saya ragu mereka bisa bertahan. Tanpa kesadaran yang bagus tak kan ada pengorganisiran yang baik.
Salut atas kerja-kerja ini, pengujian militansi dan teori memang ada pada praktek (pengoranisiran) dan dibenturkan dengan realitas, bukan dengan perdebatan!
Kesan itu timbul usai wawancara dengan Nurhadi yang selama ini kerap terjun langsung di sekolah petani ini. Pria bertubuh jangkung ini mengatakan salah satu tujuan dari sekolah rakyat ini adalah masyarakat petani bisa menyediakan pangan mereka sendiri, dengan begitu maka pengeluaran petani untuk kebutuhan rumah tangga petani bisa ditekan. Ia bersama aktifis lain mendorong agar masyarakat tani bisa mandiri tidak hanya menanam padi, tapi juga menanam sayur mayur dan hortikultura yang lain.
" Masyarakat bisa menyediakan pangan mereka sendiri. Sayur, padi dan hortikultura bisa di produksi dan konsumsi sendiri sisanya baru dijual mengurangi pengeluaran rumah tangga, inflasi meningkat. Ketimpangan ekonomi membuat mereka semakin sulit," ucapnya.
Masih tentang menekan pengeluaran petani, Selain mendorong petani untuk menanam lebih banyak tanaman konsumsi, Sekolah Rakyat Petani Payo-payo juga mengajak mereka untuk menekan biaya produksi. Menurut Nurhadi, selama ini biaya produksi pertanian sangat tinggi dan tidak berbanding lurus dengan harga produksi pertanian.
Melalui sistem sekolah lapang, para petani diajak untuk belajar sendiri membuat pupuk organik, insektisida alami dan merubah sistem pola tanam.
"Mereka sendiri yang uji coba, kami hanya mengarahkan. Kalau kami yang membuatkan, para petani akan susah mengerti. Metodologi sekolahnya memang seperti itu, sekolah lapang," tandasnya.
Walau secara umum program ini telah menuai keberhasilan, tapi Nurhadi belum memastikan sampai kapan sekolah lapang untuk petani ini dilaksanakan, yang menggembirakan adalah kesiapan petani untuk meneruskan apa yang mereka lakukan dalam tujuh tahun terakhir ini.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Meski sudah tujuh tahun beraktifitas di kampung yang menjadi kaki gunung Bulusaraung ini, Sekolah Rakyat Petani Payo-payo di Desa Tompo Bulu, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep, namun aktifitas mereka menyadarkan petani nyaris tak terdengar, senyap. Biar begitu, perubahan pola pikir yang mereka transfer ke petani Tompo Bulu saat ini mulai terlihat hasilnya.
Tujuh tahun mengorganisir bukan hal yang gampang. Dibutuhkan ketahanan fisik, mental dan tentu juga yang terpenting adalah kesadaran akan apa yang sedang dilakukannya. Tanpa itu, saya ragu mereka bisa bertahan. Tanpa kesadaran yang bagus tak kan ada pengorganisiran yang baik.
Salut atas kerja-kerja ini, pengujian militansi dan teori memang ada pada praktek (pengoranisiran) dan dibenturkan dengan realitas, bukan dengan perdebatan!
Kesan itu timbul usai wawancara dengan Nurhadi yang selama ini kerap terjun langsung di sekolah petani ini. Pria bertubuh jangkung ini mengatakan salah satu tujuan dari sekolah rakyat ini adalah masyarakat petani bisa menyediakan pangan mereka sendiri, dengan begitu maka pengeluaran petani untuk kebutuhan rumah tangga petani bisa ditekan. Ia bersama aktifis lain mendorong agar masyarakat tani bisa mandiri tidak hanya menanam padi, tapi juga menanam sayur mayur dan hortikultura yang lain.
" Masyarakat bisa menyediakan pangan mereka sendiri. Sayur, padi dan hortikultura bisa di produksi dan konsumsi sendiri sisanya baru dijual mengurangi pengeluaran rumah tangga, inflasi meningkat. Ketimpangan ekonomi membuat mereka semakin sulit," ucapnya.
Masih tentang menekan pengeluaran petani, Selain mendorong petani untuk menanam lebih banyak tanaman konsumsi, Sekolah Rakyat Petani Payo-payo juga mengajak mereka untuk menekan biaya produksi. Menurut Nurhadi, selama ini biaya produksi pertanian sangat tinggi dan tidak berbanding lurus dengan harga produksi pertanian.
Melalui sistem sekolah lapang, para petani diajak untuk belajar sendiri membuat pupuk organik, insektisida alami dan merubah sistem pola tanam.
"Mereka sendiri yang uji coba, kami hanya mengarahkan. Kalau kami yang membuatkan, para petani akan susah mengerti. Metodologi sekolahnya memang seperti itu, sekolah lapang," tandasnya.
Walau secara umum program ini telah menuai keberhasilan, tapi Nurhadi belum memastikan sampai kapan sekolah lapang untuk petani ini dilaksanakan, yang menggembirakan adalah kesiapan petani untuk meneruskan apa yang mereka lakukan dalam tujuh tahun terakhir ini.
0 Response to "Sekolah untuk Petani, Sekolah untuk Kemandirian"
Post a Comment