Bissu Segeri, Apa Kabarmu?
Meski bertugas sebagai pewaris budaya yang sering dibanggakan olah orang Pangkep, tapi kehidupan mereka tak dapat dibanggakan. Mereka bertahan hidup dengan tergantung pada undangan pentas diacara-acara besar pemerintah atau penyambutan tamu pemerintah. Ritual maggiri yang dulunya digelar hanya untuk acara atau upacara resmi kerajaan, saat ini dipentaskan hanya untuk mengganjal perut para bissu.
Dimasa lalu, bissu memiliki kedudukan tinggi di kerajaan karena menjadi penasehat spiritual raja dan dewan adat. Oleh karenanya kebutuhan bissu mendapat tunjangan hidup raja dari sumbangan masyarakat. Mereka bukan waria biasa, para bissu dipercaya memiliki kekuatan gaib, kebal dan bisa mengobati orang sakit.
Para bissu berperan penting dalam upacara adat seperti upacara pelantikan raja, kelahiran, kematian, pertanian. Menurut budayawan Pangkep, Farid M Makkulau, persoalan mendasar yang dihadapi komunitas ini adalah regenerasi, untuk menjadi bissu bukan hal mudah. Dibutuhkan kesiapan mental calon bissu, waktu lama, dan panggilan gaib kepada para calon bissu. Salah satu yang bisa dilakukan saat ini adalah memperhatikan kesejahteraan hidup para bissu, apalagi melihat usia mereka yang rata-rara sudah renta.
Tradisi bissu dengan tarian maggiri (aksi kekebalan dengan menikam tubuh mereka dengan badik) diyakini sebagai tradisi yang tak bisa diturunkan, sebab untuk menjadi bissu dibutuhkan mental yang kuat, waktu yang lama dan mendapat berkah.
Tradisi bissu dengan tarian maggiri (aksi kekebalan dengan menikam tubuh mereka dengan badik) diyakini sebagai tradisi yang tak bisa diturunkan, sebab untuk menjadi bissu dibutuhkan mental yang kuat, waktu yang lama dan mendapat berkah.
"Tidak gampang orang jadi bissu. Kalau mau kadi bissu, seseorang harus jadi waria selama lima tahun dan menjadi asisten bissu setelah itu mereka akan mendapat panggilan gaib. Dan yang terakhir itu yang susah," kata penulis buku Manusia Bissu in.
Saat ini keberadaan komunitas bissu di Kecamatan Segeri, Pangkep saat ini semakin tersisih. Jumlah paling mereka banyak tinggal tujuh yaitu Juleha, Ahmad Campo, Wak Matang, Usman, Nani, Puang Lolo, Muharram dan Mak Tenni orang dengan kondisi memperihatinkan, miskin dan hidup tanpa pekerjaan tetap.
"Seharusnya pemerintah, dalam hal ini Dinas Pariwisata atau Dinas Sosial memberikan tunjangan khusus kepada para bissu sebagai pelaku budaya, bukan menjebak mereka jadi pengemis dengan menggantungkan hidup mereka dari event," kata Farid.
Para bissu sampai saat ini juga menjadi pemimpin dalam ritual mappalili (upacara turun sawah) yang setiap tahun digelar di Segeri. Diupacara Mappalili ini, para bissu melakukan Maggiri. Menikam tubuh mereka dengan bilah badik. Tikam, tikam terus menikam dada, leher, perut bahkan kepala mereka, tak ada luka.
Seperti tarian Maggiri diatas pentas yang dengan iringan gendang menikam tubuh mereka dengan badik tak luka apalagi mati. Upacara maggiri seperti kehidupan para bissu yang keras, hidup enggan matipun tak mau.
0 Response to "Bissu Segeri, Apa Kabarmu?"
Post a Comment