Ini Sugi, Nenek yang Jasad Cucunya Dibonceng Sepeda Motor

Matanya nanar memandang kearah luar rumahnya seakan kembali  ke malam ketika kabar cucunya yang lahir prematur meninggal seaat setelah dilahirkan. Cucu dari anak laki-laki nomor empatnya itu pergi selamanya, jangankan tahu namanya melihat wajah bersih sang bayi juga belum. Sugi nama perempuan kelahiran tahun 1951 ini, ia lebih banyak bicara menceritakan kisah ini ketimbang suaminya, Abdul Azis yang banyak diam nampak terpukul atas duka.

Sambil menggendong cucu dari anaknya yang lain, terbata-bata ia menceritakan ini kepada kami yang duduk seadanya diteras sempit rumahnya di Kampung Senggerang, Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep.



30 Mei 2016, Dengan baju daster seadanya, malam itu ia mengantar menantunya bersama suaminya ke Puskesmas.  Kondisi menantunya lemah, darah mengalir dari rahimnya. Pendarahan.  Oleh pihak Puskesmas Balocci, ia mendapat rujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep, satu-satunya rumah sakit yang ada didaerah ini. Rumah sakit pemerintah.

Empat hari sebelumnya,  ia menjemput menantunya setelah dirawat selama sepekan di RSUD ini. Menurutnya, tanpa penjelasan yang memadai dari petugas medis, selang infus di lengan menantunya dicabut dan diperbolehkan keluar. Ia juga tak bertanya apa-apa. Ketidaktahuan dan posisinya sebagai pasien "gratisan" mmembuatnya segan bertanya. Toh jawaban dari perawat juga akan membingungkan otaknya yang sederhana.

***

Oleh pihak RSUD, menantunya dirujuk ke RS Daya. Alasan karena alat tidka lengkap dan dokter tidak berada ditempat mengharuskan petugas RSUD Pangkep amalm itu mengeluarkan rujukan ke Makassar. Sesuai SOP tentunya. Ia sempat protes, enggan menantunya dirujuk. Bayangan akan pembayaran yang mahal sudah menghantui kepalanya. Tak ada uang dikantongnya. Sendal jepit beda warna di sepasang kakinya dan daster lusuh lengan pendek menjadi saksi protesnya. Petugasb medis ngotot, tak mau ambil resiko dengan kondisi pasien yang semakin lemah. "Kalau tidak mau dirujuk, bawa menantumu keluar, kau saja yang kasi melahirkan," kata petugas medis yang tak dilupakannya itu.

Berat hati bercampur banyak kekhawatiran, ia akhirnya menerima rujukan dan mengantar anak dan menantunya ke Makassar, RS Daya. Dari sini, pihak RS Daya merujuk ke RS Ibnu Sina. Setelah menantunya dapat ruang perawatan, ia memilih pulang ke Pangkep dengan ikut ambulance RSUD yang mengantar ke Makassar. Ambulance yang ditumpanginya ini hanya mengantar sampai di Soreang, sementara jalan untuk sampai rumahnya masih ada belasan kilometer lagi. Untung supir ambulance ini mengerti dan memberikan uang sewa mobil kepada Sugi.

Ketakutan dan kekhawtirannya tak habis sampai di rumah. Ia tahu anaknya Sanusi yang sehari-hari bekerja serabutan cuma punya uang 200 ribu rupiah di kantongnya. Dan kekhawatiran itu benar saat menerima telepon dari anaknya yang lain tentang kondisi Sanusi dan istrinya yang harus menjalani operasi caesar. Ia juga mendengar  kalau Sanusi yang hanya mengenyam sekolah sampai kelas dua SMP itu sudah menandatangani surat-surat administrasi untuk cucunya yang baru lahir tidak ditanggung BPJS. Ditambah lagi pendarahan menantunya  yang makin hebat. Ia bersama suaminya, Abdul Azis diam. Mereka juga tidak punya uang. Azis yang sehari-hari bertani kini lebih banyak tinggal dirumah. Fisiknya yang renta tak kuat lagi berlama-lama bekerja keras di sawah.

Telepon kembali berdering. Kabar duka itu datang, cucunya meninggal. Dan duka itu bertambah saat mendengar kabar jenazah cucunya yang tak berdosa itu dibonceng motor, bukan ambulance! Dari  penuturan anaknya, seorang perawat menyarankan agar jasad mungil itu dimasukkan dalam tas saja dan diantar dengan angkutan umum. Saran ini ditolak Sanusi, "itu anakku, bukan barang". Ia menembus malam membawa jasad anak pertamanya, anak yang diidamkan, ditunggu-tunggu, membawanya ke rumah mertuanya. Dikuburkan.

***

Semua orang heboh setelah berita ini menyebar melalui media online. Viral didunia maya. Ucapan duka mengalir. Simpati berdatangan. Ya memang begitulah semestinya.

Ada juga diskusi dan ucapan marah di media sosial atas pelayanan kesehatan yang diskriminatif. Memprotes RS Ibnu Sina yang tidak memberikan ambulance untuk pasien miskin ber BPJS seperti Sanusi. Belakangan pihak Ibnu Sina tegas menolak tuduhan itu. Mereka malah mempertanyakan kinerja RSUD Pangkep yang lebih doyan merujuk pasien ketimbang merawat.
Ya ngomong-ngomong soal rujuk merujuk, RSUD Pangkep memang terkenal suka merujuk pasien ke Makassar. Alasannya dokter tidak ada atau alatnya tidak ada.

**


Persoalan pelayanan kesehatan memang kerap diributkan, menjadi bahan diskusi yang tak habis-habis. Keluhan dokter yang suka telat datang dan cepat pulang ini kerap dilaporkan dan menjadi berita. Manajamen RS berganti, namun situasi RSUD tetap saja begitu.  Sementara manajemen seperti tidak berkutik dihadapan para dokter. Meski pihak manajemen menagkui jika RSUD Pangkep kekurangan dokter, namun untuk penambahan dokter mereka terlihat kikuk, entah apa sebab.

Pemerintah diminta serius menjadikan isu pelayan kesehatan sebagai isu strategis sebagai salah satu hak dasar rakyat yang wajib dipenuhi. Bukan saja tentang menggratiskan pelayanan dan obat tapi lebih dari itu. Kebutuhan kita sesungguhnya adalah pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan administrasi yang sederhana, pelayanan yang baik. Jangan sampai kami sebagai masyarakt apriori, "Bagaimana bisa mewujudkan visi besar kalau persoalan dasar saja sulit dikerjakan".

Satu bulan terakhir, DPRD Pangkep sendiri sudah membuat pansus RSUD sebagai respon demo-demo yang menuntut perbaikan pelayanan. Sebulan bekerja, rapat dan kunker mereka jalani, hasil? Kita tunggu saja.

Kita hanya berharap jangan lagi ada masyarakat yang jadi korban dari buruknya sitem pelayanan kesehatan. Kasus Sanusi, pekerja serabutan, miskin, tak punya akses kepada kekekuasaan, harus membonceng sepeda mototr jenazah bayinya menembus dingin malam karena tidak bisa bayar ambulance ini adalah gong peringatan kepada kita semua bahwa kesehatan adalah hak rakyat dan kewajiban pemerintah mewujudkannya.

***

Meski sedih tak kunjung habis, Sugi dan Abdul Azis tak menaruh marah apalagi dendam. Kedua orang tua ini ikhlas. Mereka pun berharap jangan lagi ada kakek dan nenek yang merasakan apa yang dialaminya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ini Sugi, Nenek yang Jasad Cucunya Dibonceng Sepeda Motor"

Post a Comment