Bagaimana Kita Menghadapi Momentum Politik


Diskusi tentang posisi politk kaum muda dalam merespon momentum politik belum habis. Terbentur pada perdebatan terlibat atau tidak. Mengambil pilihan "netral" umumnya diambil oleh kaum muda, biasanya kaum muda intelektual. Secara kelembagaan mereka menilai, terlibat dalam politik praktis berarti menciderai intelektualitas atau nilai moral, idealisme dan seterusnya.

Namun meski tegas secara kelembagaan mereka menolak terlibat, tapi secara pribadi, personal atau oknum berpolitik praktis boleh-boleh saja. Maka dibagikan keberadaan kader disemua parpol atau kandidat, sekedar mengamankan posisi lembaga. Istilah, "tidak kemana-mama tapi ada dimana-mama" menjadi semboyan setiap momentum politik datang.

Pemisahan antara organisasi dan pribadi yang menjadi bagian dari organisasi ini umum terjadi dalam gerak kaum muda sebenarnya bukan hal yang terjadi dalam sejarah gerakan kaum muda. Dalam sejarahnya, gerakan pemuda terlibat aktif dalam politik praktis sejak pra kemerdekaan. Bahkan revolusi 45 yang menjadi gerakan politik yang monumental adalah inisiatif kaum muda.

Keterlibatan kaum muda dalam dunia politik juga terlihat masa 45-65. Organisasi pemuda dan kemahasiswaan tegas menytakan sikap politik mereka dengan berafiliasi dengan partai politik. Misalnya, GMKI Gerakan Mahasiswa kristen Indonesia, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.

Situasi politik yang berubah drastis ketika peristiwa gestapu alias G30S. Naiknya Suharto yang diiringi pembersihan orang kiri yang dilanjutkan dengan kebijakan yang menjauhkan rakyat dari politik dengan dalih pembangunan. Jaman orde baru  rakyat termasuk kaum muda dijauhkan dari politik. Kebijakan NKK/BKK dikeluarkan untuk membonsai gerakan  mahasiswa agar tidak keluar kampus, apalagi berpilitik. Kaum muda yang menjadi motor orde baru menuju kekuasaan ditinggalkan saat suharto berkuasa. Bagi orba, gerakan kami kira cukuplah dengan seremoni-seremoni saja. Kreatifitas dibatasi, protes sosial dan politk dianggap penjahat.

Doktrin gerakan moral atau sosial kontrol ternyata cukup ampuh mengamputasi gerakan rakyat. Kaum muda menjadi apolitis dan ahistori. Sampai sekarang sekarang konstitusi organisasi pemuda dan mahasiswa cukup "tegas" menjaga jarak dengan politik, sekali lagi meskipun secara personal boleh. Menurutku,sikap yang demikian ini adalah cara efektif menciptakan bunglon politik. Bagaimana tidak, berdiri dibawah panji yang netral tapi tetap berpolitik, abu-abu tanpa tujuan.

Menurutku, kaum muda mestinya menegaskan sikap politiknya. Cukup sudah kecelakaan sejarah reformasi yang kita menyerahkan kwitansi kosong kepada rezim baru yang kualitsnya tak jauh beda dengan rezim yang ditumbangkan. Berpolitik dalam artian terlibat langsung dan terbuka, bukan dibalik layar. Kesadaran tertinggi dalam memberikan dukungan politik disadari dengan ideologi politik. Dibawahnya adalah dukungan programatik. Mendukung karena program bukan sekadar parpol atau calon yang ditawarkan keren atau gagah apalagi sekadar karena uang

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bagaimana Kita Menghadapi Momentum Politik"

Post a Comment