BADUT



Dia badut. Sering kudapati dia menari dengan gendang yang disandangnya. Dan lebih banyak menari dengan gendang tabuhan orang lain, orang banyak. Semakin banyak tabuhan gendang semakin atraktif ia menari. Banyak yang senang,  apalagi anak kecil atau yang bermental anak kecil yang sedang berebut mainan. Tariannya yang kerap diikuti nyanyian membuat orang tertawa. Semakin banyak orang tertawa, ia puas. Badut.

Didalam kostumnya yang tambun dan warna warni  rambut dengan hidung merah mencolok, ia lelaki asia tenggara, kulitnya khas tropis. Ada penderitaan dalam dirinya, derita yang dia sendiri kadang tak merasakannya. Karena satu-satunya derita yang paling dia rasakan adalah lapar. Saat lapar, kostum badut ia kenakan setali balon dipegangnya dan mulai berjalan, bernyanyi dan lagi-lagi menari.

Saya tak tahu kapan ia  menjadi badut. Saat kukenal ia sudah menjadi badut jalanan yang sudah naik kelas menjadi badut sirkus. Dulu ia hanya diundang untuk acara-acara ultah anak  kecil atau perayaan 17an di lorong-lorong kota. setelah naik kelas, ia mulai pilih-pilih, ia  mulai membadut diacara-acara parpol atau seremoni  pemerintah. Kalaupun menghibur di ultah anak, itu pasti anak orang kaya.

Kostumnya tak lagi satu, ada banyak warna yang ia kenakan sesuai acara. Kalau untuk partai merah kostum merah, partai kuning ia kuning, partai hijau dia hijau, di kantor polisi berkostum coklat, di kantor tentara berkostum hilau gelap.

Ia masih menari. Saya tak mendekat meski  sesekali ikut terbahak ketika tariannya mulai ngawur.  Teringat kata seorang tokoh kiri "Saya tak mau jadi badut, meski badut  besar".

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "BADUT"

Post a Comment