Lebaran dan mama
foto lebaran tahun lalu, |
Sungguh ada rasa cemburu melihat kegembiraan lebaran. Cerita tentang makan-makan, silaturahmi, libur panjang dan reuni teman-teman yang terpajang di media sosial mereka.
Seharusnya saya pun menulis tentang keceriaan lebaran. Tapi lebaran kali ini sungguh berbeda. Pertemuan dengan orang tua dihari semua orang bermanja-manja sama orang tuanya tidak saya dapatkan. Mama sakit. Beberapa bulan terakhir kondisi tubuhnya melemah. Sakitnya yang komplikasi seenaknya saja kambuh tanpa melihat momen. Mama tergolek lemah dalam situasi fitri ini. Bapak setia mendampinginya. Raut wajah dimakan usia jelas diwajahnya, janggutnya dibiarkan panjang memutih. Lebih empat puluh tahun mereka bersama, kebersamaan yang lebih dari sekadar tanggung jawab.
Saya menemuinya di hari kedua lebaran. Bola mataku terasa panas saat menjabat tangannya. Melihatnya terbaring dengan tubuh semakin ringkih, air mata serasa ingin tumpah tapi tidak bisa. Matanya memerah berkaca-kaca saat kuucap maaf lahir batin atas dosaku yang tak sebesar kasih sayangnya. Kasih sayang yang disaat ia tak berdaya sekalipun kurasakan kasih sayang itu, bahkan lebih kuat. Kasih sayang membuatku kuat dalam kondisi apapun, kasih sayang yang membuatku berani menghadapi hidup, kasih sayang yang mengajarkanku mengasihi. Aku takluk dibawah kakinya. Tetap saja bola mataku panas tapi tidak menangis. Bapak terlhat tegar.
Didepanku, bapak tak menampakkan wajah sedih. Ia seolah tidak mau saya sedih berlebihan. Diamnya seakan berkata bahwa ia mampu merawat mama.
**
Jutaan orang mudik setiap lebaran. Tidak peduli dia muslim taat atau sekadar KTP. Tak peduli dia berpuasa dan beribadah ramadan atau tidak. Yang jelas lebaran harus mudik, bertemu orang tua. Satu hal yang kita rindukan dari kumpul bersama orang tua. Dalam lebaran kita menjadi anak-anak yang pulang bermain dari tempat jauh.
Para orang tua juga akan setia menunggu kedatangan anak-anak mereka yang sudah mempunyai kehidupan sendiri. Mengejar mimpi-mimpinya di kota. Tak ada omelan, meski anak-anak jarang menelepon apalagi kalau sekadar lupa kirim uang. Yang penting lebaran ini mereka datang. Bagi para orang tua, mereka hanya anak-anak kecil yang pulang ke rumah.
**
Kupeluk mama, ketakutan. Seperti anak kecil yang telat pulang main dan takut dimarahi. Ia bergeming. Saya takut.
Waktu terlau cepat, kami berpisah dengan kesedihan. Dadaku terasa sesak, tak bisa mengungkapkan banyak kata. Ada doa yang tidak terucap. Saya menangis setelah setelah meninggalkannya terbaring sakit. Sepanjang menulis setiap kata ini saya menangis.
0 Response to "Lebaran dan mama "
Post a Comment