Tewas di Pengkaderan, Rezky Korban Budaya Senioritas
Marah bercampur kaget membaca berita percakapan rahasia mahasiswa senior Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (UMI) di aplikasi chating yang intinya meminta agar kejadian itu tidak terungkap di publik. Untukn apa coba? Padahal polisi sendiri sudah memastikan bahwa kematian itu tidak wajar alias.
Rezky Evienia (22), mahasiswi FK UMI angkatan 2014 meregang nyawa dalam pengkaderan Tim Bantuan Media (TBM) yang dilaksanakan senior-seniornya. Pengkaderan macam apa yang hingga tega mengakibatkan nyawa kadernya sendiri mati dan kronologis kematiannya ditutupi? Terlihat dalam percakaapn itu, bagaimana superiornya sang senio menyuruh semua juniornya untuk diam dan tak membicakan kematian Eki kepada orang luar mereka. Dan lihat bagaimana tunduknya para junior menutupi kematian temannya, hanya karena disuru seniornya. Parah!
Senior, kata ini memang menjadi momok bagi mahasiswa baru. Senior menjadi segalanya setiap penyambutan atau pengkaderan. Bagi para senior, penanaman doktrin senioritas jauh lebih penting ketimbang penanaman keterampilan atau ilmu pengetahuan. Senior posisinya jauh diatas sana, merekalah sumber kebenaran. Sementara junior ada dibawah, mereka menanti instruksi, bukan siapa-siapa, tak tahu apa-apa, Begitulah, bagi mereka para senior yang penting junior tunduk dan mendengar, urusan lain belakangan.
Sejak mahasiswa saya kurang suka dengan doktrin ini. Mengajarkan kita untuk tunduk, sekedar tunduk hanya dengan dalil "dia atau kami senior". Saya menolak dalam arti sebenarnya, senioritas yang berarti feodalisme dalam kampus, membangun jarak penindasan "senior-junior". Dan bukankah feodalisme adalah musuh ilmu pengetahuan? Lucu dan ngakak saya dengan orang yang banyak ngomong dan sok menjunjung tinggi pengetahuan tapi mengamini budaya ini. Budaya yang justru menginjak-injak rasionalitas. Bayangkan kau patuh dan tunduk tanpa penjelasan masuk akal, alasannya hanya karena dia lebih tua atau dia lebih duluan?. Menempatkanmu lebih rendah dari manusia, dan semua perintahnya dalah titah. Cuih.
Anehnya, bukan hanya lembaga internal kampus yang berlatar belakang banyak warna. Banyak juga organisasi gerakan yang suka demo menolak ini, menentang itu, melawan sana, melawan sini tapi mempertahankan budaya ini. Saya tidak heran kalau ada orang seperti ini yang ditangkap saat demo dan mengaku tidak tahu apa-apa depan polisi, atau alasannya (biasanya sambil menangis) dia demo karena disuruh seniornya, gubrakk.
Padahal kalau mau lihat sejarah, para pendiri bangsa ini dengan susah payah berusaha mengikis feodalisme (senioritas). Minimal lihatlah, perdebatan-perdebatan tentang gerakan dan taktik, dimana semua mereka bisa bersuara tanpa melihat usia. Sesama bapak bangsa kala itu mereka cukup memanggil dengan panggilan "bung" agar tidak ada jarak yang lebih tinggi antara satu dengan lain. Bayangkan kalau Sukarno adalah Abang atau Kakanda, maka tidak ada peristiwa rengasdengklok yang heroik itu. Para pemuda mungkin akan segan dan takut "menculik" si bung, karena Sukarno adalah senior.
Kematian (baca:pembunuhan) mahsiswa junior dalam pengkaderan di kampus bukan yang pertama. Entah sudah berapa korban dari budaya feodal-senioritas yang katanya intelek ini. Untuk kematiannya kita serahkan sama polisi, bukti-bukti yang dikumpulkan akan menjadi jalan menuju sang pelaku. Sementara, penghapusan budaya feodal ini adlah tugas semua. Sudahlah, kau juga tak bertambah ganteng atau cantik apalagi pintar hanya karena kau senior.
0 Response to "Tewas di Pengkaderan, Rezky Korban Budaya Senioritas "
Post a Comment