Bangsa yang Tunggu Valentine untuk Perangi Kondom dan Tissu Magic
Jelang tengah malam di Februari 2016. Sejumlah media online sibuk memberitakan tentang penjualan kondom dan tissu magic (tissu yang digunakan untuk tahan lama bercinta) yang laris manis. Di media yang sama kulihat juga iklan promo hotel dalam rangka hari valentine. Oh valentine? saya lupa. Pantas beritanya tentang kondom dan tissu, ah berita ini terulang terus setiap tahun di bulan Februari.
Ungkapan keras dari sejumlah tokoh agama dan tokoh politik serta kepala daerah (khususnya yang jelang pilkada) yang menolak perayaan kasih sayang ini meluap di media, berkomentar tentang itu lagi, Kondom, tissu dan hotel. Saya kernyitkan dahi, dan bertanya sendiri dengan suara lirih. Memangnya diluar Februari kondom dan tissu magic serta obat kuat lain tidak dijual bebas diswalayan dan apotek-apotek sekitar kita? Lalu kalau dijual, apakah penjualnya bertanya kepada pembeli barang-barang itu akan dipakai untuk siapa?
Mungkin bangsa ini memang senang dengan momentum. Semangatnya hanya menyala setiap ada momentum. Kalau momentumnya 17an, semangatnya nasionalisme. Dari lorong-lorong, sampai lapangan dan media sosial isinya seragam tentang heroikme perjuangan proklamasi 45. Kalau momentumnya ramadhan, semua tiba-tiba soleh. Broadcast di medsos tentang sahur dan buka puasa lengkap sama doa-doanya mengalir smapai idul fitri. Jangan ditanya bagaimana sibuknya ponsel kita saat lebaran datang.. huff.
Karena semangatnya momentuman, setelah momentum selesai semangatnya ikut selesai. Lihat pemerintah menerima agenda neolib seperti MEA semua pada diam, tak ada BC tentang revolusi 45 yang kata bung Karno harus bermuara pada sosialisme nasional. Karena ramadan udah lewat,tak ada lagi berita tentang ormas yang menggerebek tempat hiburan malam atau status religi atau yang memasang nada sambung religi di hapenya..
Kembali tentang valentine antara kondom, tissu dan hotel. Momentum valentine ternyata momen perang melawan kondom dan tissu. Karena diluar Februari, barang-baran itu akan mudah didapat di swalayan dan apotek terdekat. jangan khawatir, karena apoteker tidak akan sibu bertanya apakah dan kepada siapa barang itu akan digunakan. APalagi kamar hotel, promonya tidak akan habis, resepsionis juga tidak akan menanyakan buku nikah (karena itu tugas satpol PP) kepada tamunya.
Bukan saya pro valentine.Saya juga tidak pernah merayakannya. Hanya miris dan lucu saja melihat orang-orang merespon valentine dengan ekstrim malu-malu. Karena memang nilai edukasinya yang minim dan bukan budaya Indonesia, seharusnya Menteri Pendidikan yang tegas melarang. Lalu menguatkan kurikulum pendidikan kebangsaan, sejarah dan budaya di sekolah agar generasi muda kita tahu seperti apa sejarah tanah airnya.
Agar bukan tokoh politik, kepala daerah atau tokoh agama yang berbau politik yang menjadikan valentine sebagai panggung citranya. Dengan membangun logika setipis tissu dan kondom, dan setelah Februari ini kita berhenti bicara kondom dan tissu.
Ungkapan keras dari sejumlah tokoh agama dan tokoh politik serta kepala daerah (khususnya yang jelang pilkada) yang menolak perayaan kasih sayang ini meluap di media, berkomentar tentang itu lagi, Kondom, tissu dan hotel. Saya kernyitkan dahi, dan bertanya sendiri dengan suara lirih. Memangnya diluar Februari kondom dan tissu magic serta obat kuat lain tidak dijual bebas diswalayan dan apotek-apotek sekitar kita? Lalu kalau dijual, apakah penjualnya bertanya kepada pembeli barang-barang itu akan dipakai untuk siapa?
Mungkin bangsa ini memang senang dengan momentum. Semangatnya hanya menyala setiap ada momentum. Kalau momentumnya 17an, semangatnya nasionalisme. Dari lorong-lorong, sampai lapangan dan media sosial isinya seragam tentang heroikme perjuangan proklamasi 45. Kalau momentumnya ramadhan, semua tiba-tiba soleh. Broadcast di medsos tentang sahur dan buka puasa lengkap sama doa-doanya mengalir smapai idul fitri. Jangan ditanya bagaimana sibuknya ponsel kita saat lebaran datang.. huff.
Karena semangatnya momentuman, setelah momentum selesai semangatnya ikut selesai. Lihat pemerintah menerima agenda neolib seperti MEA semua pada diam, tak ada BC tentang revolusi 45 yang kata bung Karno harus bermuara pada sosialisme nasional. Karena ramadan udah lewat,tak ada lagi berita tentang ormas yang menggerebek tempat hiburan malam atau status religi atau yang memasang nada sambung religi di hapenya..
Kembali tentang valentine antara kondom, tissu dan hotel. Momentum valentine ternyata momen perang melawan kondom dan tissu. Karena diluar Februari, barang-baran itu akan mudah didapat di swalayan dan apotek terdekat. jangan khawatir, karena apoteker tidak akan sibu bertanya apakah dan kepada siapa barang itu akan digunakan. APalagi kamar hotel, promonya tidak akan habis, resepsionis juga tidak akan menanyakan buku nikah (karena itu tugas satpol PP) kepada tamunya.
Bukan saya pro valentine.Saya juga tidak pernah merayakannya. Hanya miris dan lucu saja melihat orang-orang merespon valentine dengan ekstrim malu-malu. Karena memang nilai edukasinya yang minim dan bukan budaya Indonesia, seharusnya Menteri Pendidikan yang tegas melarang. Lalu menguatkan kurikulum pendidikan kebangsaan, sejarah dan budaya di sekolah agar generasi muda kita tahu seperti apa sejarah tanah airnya.
Agar bukan tokoh politik, kepala daerah atau tokoh agama yang berbau politik yang menjadikan valentine sebagai panggung citranya. Dengan membangun logika setipis tissu dan kondom, dan setelah Februari ini kita berhenti bicara kondom dan tissu.
0 Response to "Bangsa yang Tunggu Valentine untuk Perangi Kondom dan Tissu Magic "
Post a Comment